Raksasa Kala Rahu Menelan Bulan
Cerita Rakyat Bali
(Kisah Terjadinya Gerhana Bulan)
Kisah
ini terjadi ketika para raksasa dan para Dewa bekerja sama mengaduk lautan susu
untuk mencari “Tirtha Amertha” atau Tirtha Kamandalu. Konon siapa saja yang
meminum tirtha itu maka dia akan abadi (tidak bisa mati). Maka setelah tirtha
itu didapatkan kemudian dibagi rata. Tugas membagi tirtha adalah Dewa Wisnu
yang menyamar menjadi gadis cantik, lemah gemulai. Dalam kesepakatan diatur
bahwa para Dewa duduk dibarisan depan sedangkan para Raksasa dibarisan
belakang.
Syahdan
ada Raksasa bernama “Kala Rahu” yang menyusup dibarisan para Dewa, dengan cara
merubah wujudnya menjadi Dewa. Namun penyamarannya ini segera diketahui oleh
Dewa Candra atau Dewa Bulan. Maka ketika tiba giliran Raksasa Kala Rahu
mendapatkan “Tirtha Keabadian”, disitulah Dewa Candra berteriak. “Dia itu bukan
Dewa, dia adalah Raksasa Kala Rahu”. Namun sayang tirtha itu sudah terlanjur
diminum. Maka tak ayal lagi Cakra Dewa Wisnu menebas leher Sang Kala Rahu.
Maka
demikianlah, karena lehernya sudah tersentuh oleh Tirtha Keabadian, sehingga
tidak bersentuh oleh kematian. Wajahnya tetap hidup dan melayang-layang
diangkasa. Sedangkan tubuhnya mati, karena belum sempat tersentuh oleh tirtha
kamandalu.
Sejak
saat itu dendamnya terhadap Dewa Bulan tak pernah putus-putus, dia selalu
mengincar dan menelan Dewa Bulan pada waktu Purnama. Tapi karena tubuhnya tidak
ada maka sang rembulan muncul kembali kepermukaan. Begitulah setiap Sang Kala
Rahu menelan Dewa Bulan terjadilah Gerhana.
Makna
yang terkandung dalam mitos ini adalah, bahwa jika seseorang belum bisa
melepaskan sifat-sifat keraksasaannya maka dia belum boleh mendapatkan
keabadian. Sang Kala Rahu yang tidak sabar menunggu giliran akhirnya harus
kehilangan tubuhnya. Sedangkan Dewa Candra yang menjadi sasaran kemarahan Kala
Rahu harus menanggung akibatnya. Dimana jika terjadi gerhana, maka dunia akan
mengalami bencana atau musibah.
Untuk
menanggulangi hal seperti ini maka seseorang, diharapkan selalu eling dan
waspada. Setelah terjadinya gerhana biasanya orang-orang wikan membuat sesajen
tertentu untuk mencegah sebelum bencana itu terjadi. Gerhana lebih banyak
disorot oleh para ilmuan modern sebagai peristiwa alam biasa dan tidak perlu
dibesar-besarkan. Namun bagi kalangan para pengamat supranatural dan
kebathinan, Gerhana bulan tetap harus diwaspadai. Dengan kata lain hendaknya
masyarakat berhati-hati, karena peristiwa-peristiwa buruk sangat rawan terjadi.
Selain
Gerhana Bulan, tanda-tanda alam yang juga dijadikan pedoman oleh bangsa-bangsa
di seluruh dunia adalah munculnya “Bintang Kukus” atau Komet berekor yang
mengeluarkan asap mengepul. Biasanya kemunculan Bintang Kukus ini sebagai
pertanda jatuhnya seorang Pemimpin suatu negara. Namun sebelum itu didahului
oleh percekcokan-percekcokan serta pertumpahan darah. Krisis moneter atau krisis
ekonomi dan krisis moral serta terjadinya keributan-keributan di suatu wilayah.
Terlepas
dari mitos atau kepercayaan semacam itu hendaknya sejak dini seseorang sudah
menekuni dan memperdalam serta memulai menggembleng dirinya untuk tidak terpengaruh
oleh sesuatu yang diluar dugaan. Zaman dulu ketika teknologi tidak secanggih
sekarang peristiwa Gerhana Bulan dianggap suatu yang diluar dugaan. Namun kini
dengan pesatnya kemajuan dibidang Iptek (Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi)
Peristiwa Gerhana sudah bisa diramalkan kemunculannya dan tidak perlu ditakuti.
Namun
meskipun begitu kepercayaan akan adanya peristiwa yang tak diharapkan tetap
harus diwaspadai. Purnama Tilem memberi kesempatan seluas-luasnya pada umat
manusia untuk melakukan ritual pemujaan. Pengendalian dan pendidikan budi
pekerti. Hendaknya hari suci Purnama Tilem betul-betul dimanfaatkan untuk
memupuk nilai-nilai keimanan dalam diri setiap orang. Musnahkan sifat-sifat
raksasa dalam diri, jangan menjadi Kala Rahu (Nuju Peteng/ketika kegelapan
datang). Orang yang berilmu pengetahuan hendaknya seperti bulan Purnama,
memberi kesejukan dan penerangan bagi semuanya.
Purnama
Tilem, hari yang identik dengan kesucian, keharmonisan, kegembiraan. Tekadkan
niat untuk selalu berada dijalan yang lurus, percaya diri bahwa Sang Hyang
Jagad Pratingkah, akan senantiasa membimbing umat-Nya menuju ke alam yang
Sunyata (Alam nyata yang sesungguhnya). Alam yang tidak ada konflik, alam
kebebasan, alam kebahagiaan Surgawi. Pastikan dia senantiasa hadir di
tengah-tengah para pemuja-Nya. Lakukan pemujaan dengan setulus-tulusnya.
Dia
yang dipuja turut memuja, memberkati dengan rahmat-Nya dengan senyum manis-Nya,
dengan kasih sayang –Nya. Dia yang tulus, meluluskan permohonannya dengan
karunia kebijaksanaan. Dia yang berbakti, terberkati dengan karunia yang
berlimpahan. Dia yang menghibur, terhibur oleh alunan musik surgawi dan kedamaian.
Dia yang mendoakan kidung Perdamaian, memperoleh anugerah Shanti dihatinya, dan
Prema (kasih sayang yang tulus) di Tri Loka.
Sumber referensi : https://id-id.facebook.com/
ARTIKEL TERKAIT: