Asal Mula Nama Kampung Liang Tapah
Ditulis oleh : Loki Santoso
Cerita Rakyat Kabupaten Tabalong
Kalimantan Selatan
Liang
Tapah adalah nama kampung di utara kaki Gunung Batu Kumpai, Kampung Garagata,
Kecamatan Jaro, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Liang Tapah
berasal dari kata “liang”, yang berarti “rongga yang menyerupai goa”, “tapah”
adalah nama ikan besar yang hidup di air tawar. Kini, ikan tapah kian langka.
Dua nama itu digabungkan menjadi “Liang Tapah”, yang berarti “goa (ikan)
tapah”.
Dahulu
kala, dipinggiran hutan, hiduplah pemuda bernama Salman. Ia rajin bekerja dan
taat beribadah. Di sekeliling tempat tinggalnya masih berupa hutan belantara.
Banyak tumbuh pepohonan besar, termasuk pohon kayu ulin .
Asal
muasal Salman tidak diketahui. Untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari, ia menanam
padi dan sayuran, membuat gubuk dari batang kayu ulin sebagai tiang penyangga,
dan kayu lain sebagai bangunan gubuknya. Waktu terus berputar, hari berganti.
Lama kelamaan, warga terus bertambah di kampung tak bernama itu. Usai salat
Magrib, Salman rajin berdoa dan membaca ayat-ayat suci Alqur`an.
Alunan
suaranya yang merdu kadang terdengar sampai jauh. Padahal, Salman merasa tak
terlalu nyaring saat mengaji. Suaranya membuat warga kampung tetangga
memintanya menjadi guru mengaji bagi anak-anak. Dengan senang hati, Salman
bersedia.
Kehidupan
terus berjalan. Tak terasa, usia Salman terus bertambah, tapi ia belum berniat
hidup berumah tangga. Di samping bercocok tanam, sehari-hari ia mencari ikan
dengan cara bagalau dan memasang lukah .
Pagi-pagi
sekali, usai salat Subuh, Salman mengambil lanjung .
Dengan
menggendong lanjung dan parang di pinggang, Salman bermaksud melihat lukah yang
dipasangnya kemarin. Di pinggir sungai, ia dikejutkan oleh daun-daun pakis yang
bergoyangan, seakan dilanda sesuatu yang besar sekali.
Setiba
di tempat tujuan, Salman kaget bukan kepalang saat melihat lukah-nya hancur
berantakan. Sambil memeriksa perangkap ikan itu, ia bertanya-tanya dalam hati:
ikan sebesar apa yang telah merusak lukah-nya?
Salman
mengambil lukah-nya untuk diperbaiki di pondok.
Ketika
melewati daun-daun pakis yang bergoyang-goyang tadi, Salman mengamati lagi
dengan lebih cermat. Ia ingin menyusuri sungai yang menyerupai danau itu, untuk
mengetahui apa gerangan yang membuat daun-daun pakis tadi bergoyangan.
Tapi,
diurungkannya niatnya. Hari sudah jelang siang. Ia harus menyirami tanaman
jagungnya yang mulai berbunga. Saat di gubuk, hatinya gelisah, penasaran dengan
yang dilihatnya di danau tadi.
Tengah
malam di musim kemarau itu, Salman bermimpi bertemu dengan orang yang
berpakaian seperti pengawal kerajaan. Orang itu berkata, “Susuri danau dan
sungai berbatu itu, hingga ke kaki bukit. Niscaya akan kautemukan jawaban atas
pertanyaanmu…”
Tanpa
berpikir panjang, esok harinya Salman mengikuti petunjuk dalam mimpinya.
Disusurinya sungai, hingga ke kaki bukit. Ia terkejut melihat ombak besar
bergulung, dan alur gelombang yang menghilang di kaki bukit batu kapur.
Setibanya
di alur air itu, ia makin terkejut dengan pemandangan yang dilihatnya. Seekor
ikan besar sedang menyelinap masuk ke sebuah liang! Didekatinya liang itu,
sambil berpikir: bagaimana cara menangkapnya? Kalau dapat, daging ikan itu akan
dibagi-bagikannya kepada tetangga dan murid-murid mengajinya.
Di
gubuknya, Salman terus memikirkan cara agar dapat menangkap ikan itu. “Aku
harus bangun lebih pagi,” pikirnya. “Akan kuintai dahulu ikan itu saat keluar.
Kujaga di muara liangnya, sebelum ia kembali masuk. Hanya itu caranya …”
Malam
harinya, Salman bermimpi didatangi sepasang manusia berpakaian aneh, dengan
raut wajah sedih. Yang perempuan menatapnya dengan wajah memelas. “Kumohon,
jangan kauteruskan niatmu itu…,” katanya, sebelum lenyap.
Salman
bingung, hingga tak dapat memejamkan matanya hingga subuh. Setelah salat Subuh,
diambilnya lanjung dan parang, berangkat dengan tekad bulat menangkap ikan
besar itu.
Tak
berselang lama, Salman tiba di tempat tujuan.
Diturunkannya
lanjung dan dihunusnya parang, mengendap-endap perlahan mendekati liang.
Matanya meneliti tanda-tanda di sekitarnya. Tampaknya, ikan itu tengah keluar
mencari makan, karena dedaunan pakis tampak rebah, berlawanan arah dengan muara
liangnya.
Di
tempat persembunyiannya, Salman melihat ada gerakan-gerakan lembut pohon pakis,
beberapa meter di depannya. Jantungnya berdebar-debar, saat gerakan itu kian
mendekati tempat di mana ia berada. Ikan itu sedang menuju liangnya!
Saat
melihat ikan itu berkelebat di bawah permukaan air, secepat kilat Salman
menghunjamkan parangnya. Air bergolak dan tiba-tiba berwarna merah darah.
Seekor ikan besar menggelepar-gelepar meregang nyawa, tepat di muara liang.
Dengan
senyum penuh kepuasan, Salman menyeret ikan besar itu, memotong-motongnya, dan
memasukkannya ke dalam lanjung. Di gubuk, Salman memperkecil potongan ikan itu untuk
dibagi-bagikan, sesuai dengan jumlah tetangganya.
“Di
mana guru mendapatkan ikan ini?” tanya warga yang berdatangan.
“Di
muara liangnya,” jawab Salman.
“Ini
ikan tapah!” seru warga lainnya.
“Alhamdulillah.
Semua ini berkat dari Allah,” sahut Salman. “Bagaimana kalau kampung ini kita
namai Kampung Liang Tapah?”
“Barrakkallaaah…
“ sahut warga, setuju.
Di
sekitar liang itu, ada lubuk yang pernah dipenuhi ikan tapah. Lubuk itu kini
dinamakan Luk Hijau. Menurut warga, kadang-kadang terlihat ikan tapah di situ,
tapi hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. Warga yakin, itu
adalah pasangan ikan tapah yang telah ditangkap Salman.
Sumber :
Buku Cerita Rakyat
Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan
Provinsi Kalimantan
Selatan
ARTIKEL TERKAIT: