Atu Belah
Cerita Rakyat Gayo Nangroe Aceh
Darussalam
Dahulu
kala di desa Penarun, tanah Gayo, hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari
seorang ayah, ibu dan dua orang anaknya. Anaknya yang tertua kira-kira berumur
7 tahun, sedangkan adiknya masih menyusu.
Kehidupan
keluarga itu sangat miskin. Sang ayah mata pencahariannya adalah bertani. Pada
saat yang senggang, setelah mengerjakan sawahnya, ia selalu berburu ke hutan.
Di samping itu, ia banyak menangkap belalang di sawah untuk dijadikan makanan.
Di
saat berburu ia tidak berhasil memperoleh hasil buruan, ditangkapnya
belalang-belalang sedikit demi sedikit yang kemudian dimasukkan ke dalam
lumbung padi yang kebetulan kosong karena musim paceklik.
Suatu
hari sang ayah pergi berburu ke hutan, saat itupun memang sedang musim
paceklik. Sementara di rumah, tinggallah istri dengan kedua anaknya.
Ketika
saat makan tiba, anaknya yang besar merajuk karena tidak ada ikan sebagai lauk
nasinya, juga tidak tersedia pauk lainnya di rumah itu. Anak itu terus
merengek-rengek, sehingga membuat sang ibu menjadi sedih hatinya. Akhirnya ia
memerintahkan agar anaknya mengambil sendiri belalang yang ada di dalam
lumbung.
Kemudian
pergilah si anak ke lumbung dengan hati yang gembira untuk mengambil beberapa
ekor belalang. Tetapi ketika ia membuka pintu lumbung kurang hati-hati dan
membiarkan pintu lumbung tetap terbuka. Hal itu menyebabkan semua belalang yang
ada di dalam lumbung terbang ke luar semuanya.
Si
ibu menjadi terkejut dan sedih melihat kejadian tersebut. Karena keteledoran
anaknya menyebabkan semua belalang yang ada di dalam lubang kabur semua.
Padahal suaminya bersusah payah dalam mengumpulkannya. Ia tidak dapat
membayangkan betapa akan marah besar suaminya nanti.
Ketika
sang ayah pulang berburu, ia kelihatan amat kesal dan lelah karena seharian
berburu ke hutan tidak mendapatkan hasil buruan seekor pun. Kekesalan dan
kekecewaannya itu berubah menjadi kemarahan ketika istrinya mengatakan bahwa
semua belalang yang ada di lumbung lepas terbang.
Kemarahan
sang ayah memuncak manakala diingatnya betapa lama ia mengumpulkan
belalang-belalang itu. Kini semuanya lenyap karena keteledoran istri dan
anaknya. Dalam keadaan lupa diri, sang ayah memukuli istrinya sampai babak
belur kemudian menyeretnya ke luar rumah.
Dalam
keputusasaannya dan menyesali perbuatan suaminya yang begitu ringan tangan, si
ibu meninggalkan rumah sambil merintih kesakitan. Tujuannya adalah ia ingin ke
Atu Belah, yang selalu menelan siapa saja yang ingin ditelannya. Keinginan
untuk di telan Atu Belah itu dapat terkabul jika seseorang itu menjangin, yaitu
mengucapkan kata-kata sambil bernyanyi dalam bahasa Gayo.
Sementara
si ibu yang hendak menuju Atu Belah, kedua anaknya terus mengikuti dari
kejauhan sambil menangis. Sang kakak menggendong adiknya yang masih kecil.
Sesampainya
di depan Atu Belah, si ibu yang malang itu menyanyikan kata-kata bahasa Gayo
itu berkali-kali dengan lembut, "Atu Belah, atu bertangkup..ini nge sawah
janyinte masa dahulu". Begitulah si ibu menyanyi yang artinya Batu Belah,
batu bercakup, sudah tiba janji kita masa lalu.
Perlahan-lahan
batu di depan perempuan itu terbuka. Tanpa ragu-ragu lagi si ibu yang putus asa
itu masuk ke dalam mulut batu yang menganga lebar. Sedikit demi sedikit tubuh
perempuan itu di telan Atu Belah.
Pada
saat kedua anak kakak beradik itu tiba di depan Atu Belah, suasana alam di
sekitar tempat itu menjadi berubah. Hujan tiba-tiba turun dengan lebatnya yang
disertai dengan angin ribut. Bumi terasa bergetar, seakan menyaksikan Atu Belah
menelan manusia.
Beberapa
saat kemudian semuanya reda. Dengan hati hancur kedua kakak beradik itu hanya
dapat melihat rambut ibunya yang tidak tertelan Atu Belah. Kemudian anak yang
besar mencabut tujuh helai rambut ibunya untuk dijadikan jimat pelindung mereka
berdua.
Cerita
rakyat ini dianggap oleh masyarakat Gayo benar-benar pernah terjadi di daerah
mereka. Peninggalan yang berkaitan dengan cerita ini adalah sebuah batu besar
yang terletak kira-kira 35 km dari kota Takengon di Gayo.
Cerita rakyat ini menarik, bukan karena dianggap benar-benar terjadi, tetapi karena pesa-pesan yang terkandung dalam inti cerita tersebut, yaitu kita harus dapat menahan diri dan waspada. Sebab perbuatan yang teledor akan dapat mencelakakan orang lain dan diri kita sendiri.
Cerita rakyat ini menarik, bukan karena dianggap benar-benar terjadi, tetapi karena pesa-pesan yang terkandung dalam inti cerita tersebut, yaitu kita harus dapat menahan diri dan waspada. Sebab perbuatan yang teledor akan dapat mencelakakan orang lain dan diri kita sendiri.
Atu Belah
Cerita rakyat Gayo Aceh
Nangroe Aceh Darussalam (NAD)
Cerita rakyat Gayo Aceh
Nangroe Aceh Darussalam (NAD)
ARTIKEL TERKAIT: