Legenda Batu Gantung
Cerita Rakyat Sumatera Utara
Cerita Rakyat Kecamatan Parapat
Kabupaten Simalungun Sumatera Utara
Parapat
atau Prapat adalah sebuah kota kecil di tepi Danau Toba, berada di wilayah
Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia. Parapat berada di lintasan
jalan raya Medan – Padang. Jarak Parapat dari kota Pematang Siantar hanya 60
Km. Kini kota Parapat menjadi salah satu andalan tujuan wisata Sumatera Utara. Panoramanya
yang sangat indah dengan lereng bukit yang curam, kota Parapat juga menjadi
jalan masuk ke pulau Samosir. Di kota inilah terjadinya legenda Batu Gantung.
Alkisah,
di sebuah desa terpencil di pinggiran Danau Toba Sumatera Utara, hiduplah
sepasang suami-istri dengan seorang anak perempuannya yang cantik jelita
bernama Seruni. Selain rupawan, Seruni juga sangat rajin membantu orang tuanya
bekerja di ladang. Setiap hari keluarga kecil itu mengerjakan ladang mereka
yang berada di tepi Danau Toba, dan hasilnya digunakan untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari.
Pada
suatu hari, Seruni pergi ke ladang seorang diri, karena kedua orang tuanya ada
keperluan di desa tetangga. Seruni hanya ditemani oleh seekor anjing
kesayangannya bernama si Toki. Sesampainya di ladang, gadis itu tidak bekerja,
tetapi ia hanya duduk merenung sambil memandangi indahnya alam Danau Toba.
Sepertinya ia sedang menghadapi masalah yang sulit dipecahkannya. Sementara
anjingnya, si Toki, ikut duduk di sebelahnya sambil menatap wajah Seruni seakan
mengetahui apa yang dipikirkan majikannya itu. Sekali-sekali anjing itu
menggonggong untuk mengalihkan perhatian sang majikan, namun sang majikan tetap
saja usik dengan lamunannya.
Memang
beberapa hari terakhir wajah Seruni selalu tampak murung. Ia sangat sedih,
karena akan dinikahkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang pemuda yang masih
saudara sepupunya. Padahal ia telah menjalin asmara dengan seorang pemuda
pilihannya dan telah berjanji akan membina rumah tangga yang bahagia. Ia sangat
bingung. Di satu sisi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, dan di
sisi lain ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan hatinya.
Oleh karena merasa tidak sanggup memikul beban berat itu, ia pun mulai putus
asa.
“Ya,
Tuhan Hamba sudah tidak sanggup hidup dengan beban ini,” keluh Seruni.
Beberapa
saat kemudian, Seruni beranjak dari tempat duduknya. Dengan berderai air mata,
ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya gadis itu ingin mengakhiri
hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang bertebing curam itu. Sementara si
Toki, mengikuti majikannya dari belakang sambil menggonggong.
Dengan
pikiran yang terus berkecamuk, Seruni berjalan ke arah tebing Danau Toba tanpa
memerhatikan jalan yang dilaluinya. Tanpa diduga, tiba-tiba ia terperosok ke
dalam lubang batu yang besar hingga masuk jauh ke dasar lubang. Batu cadas yang
hitam itu membuat suasana di dalam lubang itu semakin gelap. Gadis cantik itu
sangat ketakutan. Di dasar lubang yang gelap, ia merasakan dinding-dinding batu
cadas itu bergerak merapat hendak menghimpitnya.
“Tolooooggg……
Tolooooggg…… Toloong aku, Toki” terdengar suara Seruni meminta tolong kepada
anjing kesayangannya.
Si
Toki mengerti jika majikannya membutuhkan pertolongannya, namun ia tidak dapat
berbuat apa-apa, kecuali hanya menggonggong di mulut lubang. Beberapa kali
Seruni berteriak meminta tolong, namun si Toki benar-benar tidak mampu
menolongnnya. Akhirnya gadis itu semakin putus asa.
“Ah,
lebih baik aku mati saja daripada lama hidup menderita,” pasrah Seruni.
Dinding-dinding
batu cadas itu bergerak semakin merapat.
“Parapat… Parapat batu… Parapat” seru Seruni menyuruh
batu itu menghimpit tubuhnya..
Sementara
si Toki yang mengetahui majikannya terancam bahaya terus menggonggong di mulut
lubang. Merasa tidak mampu menolong sang majikan, ia pun segera berlari pulang
ke rumah untuk meminta bantuan.
Sesampai
di rumah majikannya, si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan
baru datang dari desa tetangga berjalan menuju rumahnya.
“Auggg…
auggg… auggg…” si Toki menggonggong sambil mencakar-cakar tanah untuk
memberitahukan kepada kedua orang tua itu bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.
“Toki…,
mana Seruni? Apa yang terjadi dengannya?” tanya ayah Seruni kepada anjing itu.
“Auggg…
auggg… auggg…” si Toki terus menggonggong berlari mondar-mandir mengajak mereka
ke suatu tempat.
“Pak,
sepertinya Seruni dalam keadaan bahaya,” sahut ibu Seruni.
“Ibu
benar. Si Toki mengajak kita untuk mengikutinya,” kata ayah Seruni.
“Tapi
hari sudah gelap, Pak. Bagaimana kita ke sana?” kata ibu Seruni.
“Ibu
siapkan obor Aku akan mencari bantuan ke tetangga,” seru sang ayah.
Tak
lama kemudian, seluruh tetangga telah berkumpul di halaman rumah ayah Seruni
sambil membawa obor. Setelah itu mereka mengikuti si Toki ke tempat kejadian.
Sesampainya mereka di ladang, si Toki langsung menuju ke arah mulut lubang itu.
Kemudian ia menggonggong sambil mengulur-ulurkan mulutnya ke dalam lubang untuk
memberitahukan kepada warga bahwa Seruni berada di dasar lubang itu.
Kedua
orang tua Seruni segera mendekati mulut lubang. Alangkah terkejutnya ketika
mereka melihat ada lubang batu yang cukup besar di pinggir ladang mereka. Di
dalam lubang itu terdengar sayup-sayup suara seorang wanita: “Parapat… Parapat batu… Parapat”
“Pak,
dengar suara itu Itukan suara anak kita seru ibu Seruni panik.
“Benar,
bu Itu suara Seruni” jawab sang ayah ikut panik.
“Tapi,
kenapa dia berteriak: parapat, parapatlah batu?” tanya sang ibu.
“Entahlah,
bu Sepertinya ada yang tidak beres di dalam sana,” jawab sang ayah cemas.
Pak
Tani itu berusaha menerangi lubang itu dengan obornya, namun dasar lubang itu
sangat dalam sehingga tidak dapat ditembus oleh cahaya obor.
“Seruniii…
Seruniii… ” teriak ayah Seruni.
“Seruni…anakku
Ini ibu dan ayahmu datang untuk menolongmu” sang ibu ikut berteriak.
Beberapa
kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara
Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu itu merapat untuk
menghimpitnya.
“Parapat… Parapatlah batu… Parapatlah”
“Seruniiii…
anakku” sekali lagi ibu Seruni berteriak sambil menangis histeris.
Warga
yang hadir di tempat itu berusaha untuk membantu. Salah seorang warga
mengulurkan seutas tampar (tali) sampai ke dasar lubang, namun tampar itu tidak
tersentuh sama sekali. Ayah Seruni semakin khawatir dengan keadaan anaknya. Ia
pun memutuskan untuk menyusul putrinya terjun ke dalam lubang batu.
“Bu,
pegang obor ini” perintah sang ayah.
“Ayah
mau ke mana?” tanya sang ibu.
“Aku
mau menyusul Seruni ke dalam lubang,” jawabnya tegas.
“Jangan
ayah, sangat berbahaya” cegah sang ibu.
“Benar
pak, lubang itu sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang warga.
Akhirnya
ayah Seruni mengurungkan niatnya. Sesaat kemudian, tiba-tiba terdengar suara
gemuruh. Bumi bergoyang dengan dahsyatnya seakan hendak kiamat. Lubang batu itu
tiba-tiba menutup sendiri. Tebing-tebing di pinggir Danau Toba pun berguguran. Ayah
dan ibu Seruni beserta seluruh warga berlari ke sana ke mari untuk
menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan mulut lubang batu, sehingga Seruni yang
malang itu tidak dapat diselamatkan dari himpitan batu cadas.
Beberapa
saat setelah gempa itu berhenti, tiba-tiba muncul sebuah batu besar yang
menyerupai tubuh seorang gadis dan seolah-olah menggantung pada dinding tebing
di tepi Danau Toba. Masyarakat setempat mempercayai bahwa batu itu merupakan
penjelmaan Seruni yang terhimpit batu cadas di dalam lubang. Oleh mereka batu
itu kemudian diberi nama “Batu Gantung”.
Beberapa
hari kemudian, tersiarlah berita tentang peristiwa yang menimpa gadis itu. Para
warga berbondong-bondong ke tempat kejadian untuk melihat “Batu Gantung” itu.
Warga yang menyaksikan peristiwa itu menceritakan kepada warga lainnya bahwa
sebelum lubang itu tertutup, terdengar suara: “Parapat… parapat batu…
parapatlah”
Oleh
karena kata “parapat” sering diucapkan orang dan banyak yang menceritakannya,
maka Pekan yang berada di tepi Danau Toba itu kemudian diberi nama “Parapat”.
Parapat kini menjadi sebuah kota kecil salah satu tujuan wisata yang sangat
menarik di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
Legenda Batu Gantung
Cerita Rakyat Sumatera Utara
Cerita Rakyat Kecamatan Parapat Kabupaten Simalungun Sumatera Utara
ARTIKEL TERKAIT: