Cerita Rakyat Putri Nai Manggale
Cerita Rakyat Putri Nai Manggale
(Putri Namanggale)
Cerita Rakyat Sumatera Utara
Pada
suatu hari Raja Panggana yang terkenal pandai memahat dan mengukir mengadakan
pengembaraan keliling negeri. Untuk biaya hidupnya, Raja Panggana sering
memenuhi permintaan penduduk untuk memahat patung atau mengukir rumah. Walaupun
sudah banyak negeri yang dilaluinya dan banyak sudah patung dan ukiran yang
dikerjakannya, masih terasa padanya sesuatu kekurangan yang membuat dirinya
selalu gelisah.
Untuk
menghilangkan kegelisahannya, ia hendak mengasingkan diri pada satu tempat yang
sunyi. Di dalam perjalanan di padang belantara yang penuh dengan alang-alang ia
sangat tertarik pada sebatang pohon tunggal yang hanya itu saja terdapat pada
padang belantara tersebut. Melihat sebatang pohon tunggal itu Raja Panggana
tertegun. Diperhatikannya dahan pohon itu, ranting dan daunnya. Entah apa yang
tumbuh pada diri Raja Panggana, ia melihat pohon itu seperti putri menari.
Dikeluarkannya alat-alatnya, ia mulai bekerja memahat pohon itu menjadi patung
seorang putri yang sedang menari. Ia sangat senang, gelisah hilang.
Sebagai
seorang seniman ia baru pernah mengagumi hasil kerjanya yang begitu cantik dan
mempesona. Seolah-olah dunia ini telah menjadi miliknya. Makin dipandangnya
hasil kerjanya, semakin terasa pada dirinya suatu keagungan.
Pada
pandangan yang demikian, ia melihat patung putri itu mengajaknya untuk menari
bersama. Ia menari bersama patung dipadang belantara yang sunyi tiada orang.
Demikianlah kerja Raja Panggana hari demi hari bersama putri yang diciptakannya
dari sebatang kayu. Raja Panggana merasa senang dan bahagia bersama patung
putri. Tetapi apa hendak dikata, persediaan makanan Raja Panggana semakin
habis. Apakah gunanya saya tetap bersama patung ini kalau tidak makan ? biarlah
saya menari sepuas hatiku dengan patung ini untuk terakhir kali.
Demikian
Raja Panggana dengan penuh haru meninggalkan patung itu. dipadang rumput yang
sunyi sepi tiada berkawan. Raja Panggana sudah menganggap patung putri itu
sebagian dari hidupnya.
Berselang
beberapa hari kemudian, seorang pedagang kain dan hiasan berlalu dari tempat
itu. Baoa Partigatiga demikian nama pedagang itu tertegun melihat kecantikan
dan gerak sikap tari patung putri itu. Alangkah cantiknya si patung ini apabila
saya beri berpakaian dan perhiasan. Baoa Partigatiga membuka kain dagangannya.
Dipilihnya pakaian dan perhiasan yang cantik dan dipakaikannya kepada patung
sepuas hatinya. Ia semakin terharu pada Baoa Partigatiga belum pernah melihat
patung ataupun manusia secantik itu. dipandanginya patung tadi seolah-olah ia
melihat patung itu mengajaknya menari.
Menarilah
Baoa Partigatiga mengelilingi patung sepuas hatinya. Setelah puas menari ia
berusaha membawa patung dengannya tetapi tidak dapat, karena hari sudah makin
gelap, ia berpikir kalau patung ini tidak kubawa biarlah pakaian dan perhiasan
ini kutanggalkan. Tetapi apa yang terjadi, pakaian dan perhiasan tidak dapat
ditanggalkan Baoa Partigatiga. Makin dicoba kain dan perhiasan makin ketat
melekat pada patung. Baoa Partigatiga berpikir, biarlah demikian. Untuk
kepuasan hatiku baiklah aku menari sepuas hatiku untuk terakhir kali dengan
patung ini. Iapun menari dengan sepuas hatinya. Ditinggalkannya patung itu
dengan penuh haru ditempat yang sunyi dan sepi dipadang rumput tiada berkawam.
Entah
apa yang mendorong, entah siapa yang menyuruh seorang dukun perkasa yang tiada
bandingannya di negeri itu berlalu dari padang rumput tempat patung tengah
menari. Datu Partawar demikian nama dukun. Perkasa terpesona melihat patung di
putri. Alangkah indahnya patung ini apabila bernyawa. Sudah banyak negeri
kujalani, belum pernah melihat patung ataupun manusia secantik ini. Datu
Partawar berpikir mungkin ini suatu takdir. Banyak sudah orang yang kuobati dan
sembuh dari penyakit. Itu semua dapat kulakukan berkat Yang Maha Kuasa.
Banyak
cobaan pada diriku diperjalanan malahan segala aji-aji orang dapat dilumpuhkan
bukan karena aku, tetapi karena ia Yang Maha Agung yang memberikan tawar ini
kepadaku. Tidak salah kiranya apabila saya menyembah Dia Yang Maha Agung dengan
tawar yang diberikannya padaku, agar berhasil membuat patung ini bernyawa.
Dengan tekad yang ada padanya ini Datu Partawar menyembah menengadah keatas
dengan mantra, lalu menyapukan tawar yang ada pada tangannya kepada patung.
Tiba-tiba halilintar berbunyi menerpa patung. Sekitar patung diselimuti embun
putih penuh cahaya.
Waktu
embun putih berangsur hilang nampaklah seorang putri jelita datang bersujud
menyembah Datu Partawar. Datu Partawar menarik tangan putri, mencium keningnya
lalu berkata : mulai saat ini kau kuberi nama Putri Naimanggale. Kemudian Datu
Partawar mengajak Putri Naimanggale pulang kerumahnya.......
Konon
kata cerita kecantikan Putri Naimanggale tersiar ke seluruh negeri. Para
perjaka menghias diri lalu bertandang ke rumah Putri Naimanggale. Banyak sudah
pemuda yang datang tetapi belum ada yang berkenan pada hati Putri Naimanggale.
Berita kecantikan Putri Naimenggale sampai pula ketelinga Raja Panggana dan
Baoa Partigatiga. Alangkah terkejutnya Raja Panggana setelah melihat Putri
Naimanggale teringat akan sebatang kayu yang dipahat menjadi patung manusia.
Demikian
pula Baoa Partigatiga sangat heran melihat kain dan hiasan yang dipakai Putri
Naimanggale adalah pakaian yang dikenakannya kepada Patung, Putri dipadang
rumput. Ia mendekati Putri Naimanggale dan meminta pakaian dan hiasan itu
kembali tetapi tidak dapat karena tetap melekat di Badan Putri Naimanggale.
Karena
pakaian dan hiasan itu tidak dapat terbuka lalu Baoa Partigatiga menyatakan
bahwa Putri Naimanggale adalah miliknya. Raja Panggana menolak malahan balik
menuntut Putri Naimanggale adalah miliknya karena dialah yang memahatnya dari
sebatang kayu. Saat itu pula muncullah Datu Partawar dan tetap berpendapat
bahwa Putri Naimanggale adalah miliknya. Apalah arti patung dan kain kalau
tidak bernyawa. Sayalah yang membuat nyawanya maka ia berada di dalam
kehidupan.
Apapun
kata kalian itu tidak akan terjadi apabila saya sendiri tidak memahat patung
itu dari sebatang kayu. Baoa Partigatiga tertarik memberikan pakaian dan
perhiasan karena pohon kayu itu telah menajdi patung yang sangat cantik. Jadi
Putri Naimanggale adalah milik saya kata Raja Panggana. Baoa Partigatiga balik
protes dan mengatakan, Datu Partawar tidak akan berhasrat membuat patung itu
bernyawa jika patung itu tidak kuhias dengan pakaian dan hiasan. Karena hiasan
itu tetap melekat pada tubuh patung maka Raja Partawar memberi nyawa padanya.
Datu
Partawar mengancam, dan berkata apalah arti patung hiasan jika tidak ada
nyawanya ? karena sayalah yang membuat nyawanya, maka tepatlah saya menjadi
pemilik Putri Naimanggale. Apabila tidak maka Putri Naimanggale akan
kukembalikan kepada keadaan semula. Raja Panggana dan Baoa Partigatiga
berpendapat lebih baiklah Putri Naimanggale kembali kepada keadaan semula jika
tidak menjadi miliknya.
Demikianlah
pertengkaran mereka bertiga semakin tidak ada keputusan. Karena sudah
kecapekan, mereka mulai sadar dan mempergunakan pikiran satu sama lain. Pada
saat yang demikian Datu Partawar menyodorkan satu usul agar masalah ini
diselesaikan dengan hati tenang didalam musyawarah. Raja Panggana dan Baoa
Partigatiga mulai mendengar kata-kata Datu Partawar. Datu Partawar berkata :
marilah kita menyelesaikan masalah ini dengan hati tenang didalam musyawarah
dan musyawarah ini kita pergunakan untuk mendapatkan kata sepakat.
Apabila
kita saling menuntut akan Putri Naimanggale sebagai miliknya saja, kerugianlah
akibatnya karena kita saling berkelahi dan Putri Naimanggale akan kembali
kepada keadaannya semula yaitu patung yang diberikan hiasan. Adakah kita
didalam tuntutan kita, memikirkan kepentingan Putri Naimanggale? Kita harus
sadar, kita boleh menuntut tetapi jangan menghilangkan harga diri dan pribadi
Putri Naimanggale.
Tuntutan
kita harus kita dasarkan demi kepetingan Putri Naimanggale bukan demi
kepentingan kita. Putri Naimanggale saat sekarang ini bukan patung lagi tetapi
sudah menjadi manusia yang bernyawa yang dituntut masing-masing kita bertiga.
Tuntutan kita bertiga memang pantas, tetapi marilah masing-masing tuntutan kita
itu kita samakan demi kepentingan Putri Naimanggale.
Raja
Panggana dan Baoa Partigatiga mengangguk-angguk tanda setuju dan bertanya
apakah keputusan kita Datu Partawar ? Datu Partawar menjawab, Putri Naimanggale
adalah milik kita bersama. Mana mungkin, bagaimana kita membaginya. Maksud saya
bukan demikian, bukan untuk dibagi sahut Datu Partawar. Demi kepentingan Putri
Naimanggale marilah kita tanyakan pendiriannya. Mereka bertiga menanyakan
pendirian Putri Naimanggale.
Dengan
mata berkaca-kaca karena air mata, air mata keharuan dan kegembiraan Putri
Naimanggale berkata : "Saya sangat gembira hari ini, karena kalian bertiga
telah bersama-sama menanyakan pendirian saya. Saya sangat menghormati dan
menyayangi kalian bertiga, hormat dan kasih sayang yang sama, tiada lebih tiada
kurang demi kebaikan kita bersama. Saya menjadi tiada arti apabila kalian
cekcok dan saya akan sangat berharga apabila kalian damai. Mendengar kata-kata
Putri Naimanggale itu mereka bertiga tersentak dari lamunan keakuannya
masing-masing, dan memandang satu sama lain.
Datu
Partawar berdiri lalu berkata : Demi kepentingan Putri Naimanggale dan kita
bertiga kita tetapkan keputusan kita :
a. Karena Raja Panggana yang memahat sebatang
kayu menjadi patung, maka pantaslah ia menjadi Ayah dari Putri Naimanggale.
SUHUT
b. Karena Baoa Partigatiga yang memberi pakaian
dan hiasan kepada patung, maka pantaslah ia menjadi Amangboru dari Putri
Naimanggale. BORU
c. Karena Datu Partawar yang memberikan nyawa
dan berkat kepada patung, maka pantaslah ia menjadi Tulang dari Putri
Naimanggale. HULA-HULA
Mereka
bertiga setuju akan keputusan itu dan sejak itu mereka membuat perjanjian,
padan atau perjanjian mereka disepakati dengan :
Pertama, bahwa demi kepentingan Putri Naimanggale Raja Panggana, Baoa
Partigatiga dan Datu Partawar akan menyelesaikan semua permasalahan yang
terjadi dan mungkin terjadi dengan jalan musyawarah.
Kedua, bahwa demi kepentingan Putri Naimanggale dan turunannya kelak,
Putri Naimanggale dan turunannya harus mematuhi setiap keputusan dari Raja
Panggana, Baoa Partigatiga dan Datu Partawar.
Legenda
Puteri Nai Manggale dipercaya sebagai asal muasal DALIHAN NA TOLU di dalam
kekerabatan Batak. Hakikat Dalihan Na Tolu adalah musyawarah untuk
menyelesaikan masalah demi kebaikan bersama.
Cerita Rakyat
Putri Nai Manggale (Putri Namanggale)
Cerita Rakyat
Sumatera Utara
ARTIKEL TERKAIT: