Legenda Putri Bidadari
Cerita Rakyat Sumatera Utara
Gadis
ini selalu dipingit oleh kedua orangtuanya karena parasnya yang cukup cantik
bagai seorang bidadari. Di zamannya, gadis ini diyakini yang tercantik diantara
gadis-gadis di Silindung (Tarutung). Tak heran, banyak pria yang tergila-gila
kepadanya. Namun gadis ini menurut cerita masyarakat dan keturunan keluarganya
yang saat ini masih hidup terakhirnya menikah dengan seekor ular.
Berawal
saat si boru Natumandi diusianya yang sudah beranjak dewasa, memiliki pekerjaan
sehari-hari sebagai seorang petenun ulos. Di sebuah tempat khusus yang
disediakan oleh orangtuanya, setiap hari Si boru Natumandi lebih sering
menyendiri sambil bertenun, kesendirian itu bukan karena keinginannya untuk
menghindar dari gadis-gadis desa seusianya, namun karena memang kedua
orangtuanya-lah memingit karena terlalu sayang.
Salah
satu warga Desa Hutabarat yakni Lomo Hutabarat (51) yang mengaku satu garis
keturunan dengan keluarga Si Boru Natumandi belum lama ini berkata, bahwa
dulunya kampung halaman Si boru Natumandi adalah di Dusun Banjar Nahor, Desa
Hutabarat, namun dusun itu kemudian pindah sekitar 500 meter dari desa semula
dan sekarang diberi nama Dusun Banjar Nauli.
Dikatakan
Lomo Hutabarat, bahwa dari 3 anak si Raja Nabarat (Hutabarat) antara lain
Sosunggulon, Hapoltahan dan Pohan, Si boru Natumandi dikatakan berasal dari
keturunan Hutabarat Pohan. Sementara itu keturunan Si boru Natumandi lainnya
yakni L Hutabarat (76) mengisahkan, bahwa dia juga tidak mengetahui persis
cerita yang sebenarnya tentang Si boru Natumandi, menurutnya ada beberapa versi
tentang legenda gadis cantik ini.
Berikut
kisah Siboru Natumandi yang diketahui L Hutabarat. Suatu hari di siang bolong,
Si boru Natumandi sibuk bertenun di gubuk khususnya, tiba-tiba seekor ular
besar jadi-jadian menghampirinya, konon ular tersebut dikatakan orang sakti
bermarga Simangunsong yang datang dari Pulau Samosir. Saat ular itu berusaha
menghampiri si boru Natumandi, ia justru melihat sosok ular tersebut adalah
seorang pria yang gagah perkasa dan tampan. Saat itulah, sang ular berusaha
merayu dan mengajak Si boru Natumandi untuk mau menikah dengannya.
Melihat
ketampanan dan gagahnya sang ular jadi-jadian tersebut, Si boru Natumandi
akhirnya menerima pinangan tersebut, setelah pinangannya diterima, sang ular
kemudian mengajak Si Boru Natumandi untuk pergi menuju ke arah sungai Aek
Situmandi dan melewati tempat pemandian sehari-hari Si boru Natumandi di Sungai
Aek Hariapan.
Dari
tempat itu, mereka meninggalkan pesan kepada orangtua Si Boru Natumandi dengan
cara menabur sekam padi dari tempat bertenun hingga ke Liang Si boru Natumandi
sekarang. Pesan sekaligus tanda itu artinya agar Bapak/Ibu dan semua keluarga
mengetahui kalau dia telah pergi dan akan menikah dengan seorang pria, dimana
sekam padi tersebut bermakna sampai dimana sekam ini berakhir, disitulah Si
Boru Natumandi berada.
Sore
harinya, saat kedua orangtuanya pulang dari perladangan, mereka mulai curiga
melihat putri semata wayang mereka tidak ada ditempatnya bertenun dan juga
tidak ada dirumah, akhirnya kedua orangtuanya memutuskan untuk memberitahukan
warga sekitar untuk melakukan pencarian.
Melihat
sekam padi yang bertaburan bak sebuah garis pertanda dan tak kunjung
ditemukannya Si boru Natumandi hingga keesokan harinya, akhirnya taburan sekam
di tepi sungai Aek Situmandi dan berujung disebuah liang/gua yang hanya
berjarak sekitar 500 meter dari kampung halaman Si boru Natumandi diyakini
kalau Si boru Natumandi menikah dengan seekor ular.
Namun
versi cerita lainnya, ternyata Si boru Natumandi tidak menikah dengan siluman
ular yang bermarga Simangunsong, akan tetapi siluman ular tersebut malah
meninggalkan si boru Natumandi begitu saja disebuah hamparan tak berpenduduk.
Setelah
ditinggalkan begitu saja, Si boru Natumandi terus menerus menangis karena telah
tertipu siluman ular tersebut, namun ketika itu seorang pengembala datang dan
menghampirinya, penggembala tersebut juga terpikat melihat keindahan tubuh dan
kecantikannya, lalu sipengembala mengajaknya agar mau menikah dengannya. Konon
dalam versi ini, si pengembala tersebut dikatakan bermarga Sinaga.
Si
pengembala kemudian membawa Si boru Natumandi ke Pulau Samosir untuk dinikahi.
Berselang beberapa generasi keturunan si boru Natumandi dan si pengembala
bermarga Sinaga tersebut di Samosir, keturunannya dikatakan pernah berusaha
mencari asal usul si boru Natumandi (Untuk mencari Tulang/pamannya). Usaha pun
dimulai dengan menyeberangi Danau Toba dengan sebuah perahu kayu menuju Kota
Tarutung dengan membawa sejumlah makanan khas adat batak. Namun sesampainya di
Sipoholon (Kota Sebelum Tarutung saat ini) ada keturunan Hutabarat Pohan
bermukin disana, yakni dari keturunan Raja Nabolon Donda Raja.
Saat
rombongan bertanya tentang Si boru Natumandi, keturunan Raja Nabolon Donda Raja
yang tinggal di Sipoholon langsung mengakui kalau merekalah keturunan si boru
Natumandi, dan saat itu makanan yang dibawa keturunan si boru Natumandi
langsung mereka terima hingga akhirnya acara syukuran pun dilakukan. Padahal
keturunan Si boru Natumandi sebenarnya adalah anak kedua dari si Hutabarat
Pohan yakni si Raja Nagodang yang sampai saat ini masih ada tinggal di Dusun
Banjar Nauli.
Setelah
acara syukuran dilakukan, rombongan keturunan Si Boru Natumandi pun berangkat
kembali ke Samosir untuk memberitahukan kabar tersebut kepada keluarga. Namun
saat menyeberangi Danau Toba perahu yang mereka tumpangi tenggelam hingga semua
yang ada dalam perahu meninggal dunia.
Versi
selanjutnya, Si boru Natumandi dikatakan menikah dengan resmi, hal ini menurut
L Hutabarat, karena sejak dia masih kecil pernah melihat sebuah guci yang
terbuat dari kayu tempat mas kawin si boru Natumandi di rumah saudaranya boru
Simatupang. Saat itu, boru Simatupang mengatakan kepada L Hutabarat bahwa guci
tersebut adalah tempat mas kawin si boru Natumandi.
Guci
tersebut konon memiliki sejarah tersendiri, dimana isi guci tersebut hanya
dipenuhi kunyit yang suatu saat akan berubah menjadi kepingan/batangan emas,
hal ini diberikan dan dipastikan keluarga suami Si boru Natumandi yang memiliki
kesaktian, dan selanjutnya kepada kedua orangtuanya diminta untuk tidak membuka
guci tersebut sebelum tujuh hari tujuh malam. Akan tetapi, orangtua Si boru
Natumandi melanggar permintaan tersebut.
Setelah
kedua orangtuanya membuka guci itu, ternyata kunyit tersebut sudah mulai
berubah mejadi batangan emas murni. Nasib sial pun dialami kedua orangtua Si
boru Natumandi kala itu. Tatkala usia orangtua Si boru Natumandi beranjak ujur,
akhirnya mereka menimbun emas tersebut di Dolok Siparini (Masih di Desa
Hutabarat) karena takut akan menjadi bahan rebutan bagi adik-adiknya dan
keluarganya (Dari pihak laki-laki) suatu saat nanti, sebab banyak diantara
keluarganya yang mengetahui tentang kisah guci ini.
Saat
ini, lokasi Gua Liang Si Boru Natumandi dijadikan sebagai salah satu objek
wisata oleh Pemkab Tapanuli Utara. Banyak orang berkunjung ke tempat ini untuk
meminta rejeki atau hal-hal lain. Hal terbukti dimana di lokasi liang Si Boru
Natumandi terdapat tumpukan-tumpukan sesajen yakni berupa puntungan-puntungan
rokok yang tersusun teratur dan beberapa kelopak daun sirih. Sayangnya,
penataan objek wisata ini masih kurang mendapat perhatian dari pihak Pemkab
Tapanuli Utara. Sebab di sekitar lokasi ini, masih belum ada penataan objek
wisata yang baik, dan masih banyaknya sampah di areal gua ini.
Legenda “Putri
Bidadari”
Cerita Rakyat
Sumatera Utara
ARTIKEL TERKAIT: